Kamis, 15 Oktober 2015

GREENSHIP RATING TOOL

       Sistim rating adalah suatu alat berisi butir-butir dari aspek penilaian yang disebut rating dan setiap butir rating mempunyai nilai (credit point/poin nilai) Apabila suatu bangunan berhasil melaksanakan butir rating, maka bangunan itu akan mendapatkan poin nilai dari butir tersebut.Bila jumlah semua point nilai yang berhasil dikumpulkan mencapai suatu jumlah yang ditentukan, maka bangunan tersebut dapat disertifikasi untuk tingkat sertifikasi tententu. Namun sebelum mencapai tahap penilaian rating terlebih dahulu dilakukan pengkajian bangunan untuk pemenuhan persyaratan awal penilaian (eligibilitas)
         Sistim Rating GREENSHIP dipersiapkan dan disusun oleh Green Building Council yang ada di negara-negara tertentu yang sudah mengikuti gerakan bangunan hijau. Setiap negara tersebut mempunyai Sistem rating masing-masing, sebagai contoh Amerika Serikat - LEED, Singapura - Green Mark, Australia - Green Star dsb.
         Konsil Bangunan Hijau Indonesia saat ini dalam tahap penyusunan draft Sistem rating. Untuk itu telah dipilih nama yang akan digunakan bagi Sistem Rating Indonesia yaitu GREENSHIP, sebuah perangkat penilaian yang disusun oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) untuk menentukan apakah suatu bangunan dapat dinyatakan layak bersertifikat "bangunan hijau" atau belum. GREENSHIP bersifat khas Indonesia seperti halnya perangkat penilaian di setiap negara yang selalu mengakomodasi kepentingan lokal setempat. Program sertifikasi GREENSHIP diselenggarakan oleh Komisi Rating GBCI secara kredibel, akuntabel dan penuh integritas
          Penyusunan GREENSHIP ini didukung oleh World Green Building Council, dan dilaksanakan oleh Komisi Rating dari GBCI. Saat ini GREENSHIP berada dalam tahap penyusunan GREENSHIP untuk Bangunan Baru (New Building) yang kemudiannya akan disusun lagi GREENSHIP untuk kategori-kategori bangunan lainnya.

Greenship sebagai sebuah sistem rating terbagi atas enam aspek yang terdiri dari :
Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ASD)
Efisiensi Energi & Refrigeran (Energy Efficiency & Refrigerant/EER)
Konservasi Air (Water Conservation/WAC)
Sumber & Siklus Material (Material Resources & Cycle/MRC)
Kualitas Udara & Kenyamanan Udara (Indoor Air Health & Comfort/IHC)
Manajemen Lingkungan Bangunan (Building & Enviroment Management)

          Masing-masing aspek terdiri atas beberapa Rating yang mengandung kredit yang masing-masing memiliki muatan nilai tertentu dan akan diolah untuk menentukan penilaian. Poin Nilai memuat standar-standar baku dan rekomendasi untuk pencapaian standar tersebut.



KANTOR L'OREAL YANG MERAIH GREENSHIP "INTERIOR SPACE"

          Kantor L'Oreal Indonesia menyabet sertifikasi Greenship Interior Space dari Green Building Council (GBC) Indonesia setelah berhasil memenuhi persyaratan ramah lingkungan yang membuktikan komitmen perusahaan dalam penerapan konsep penghijauan.

      Naning Adiwoso, Ketua GBC Indonesia mengatakan dengan kantor yang ramah lingkungan, L'Oreal Indonesia diharapkan mampu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, biaya operasional yang lebih terkendali serta peningkatan produktivitas kerja karyawan. Menurutnya, ada beberapa kriteria penilaian utama yang diperiksa secara saksama sebelum menerbitkan sertifikasi Greenship Interior Space ini, yaitu:

kesesuaian pengembangan area
efisiensi dan konservasi penggunaan energi dan air
penggunaan bahan dan pengelolaan ramah lingkungan
manajemen prinsip ramah lingkungan, serta
kesehatan dan kenyamanan dalam ruang sehingga pemilik kantor dapat mengetahui tingkat kesehatan kantor mereka

          "Berdasarkan kriteria penilaian tersebut, dengan gembira kami umumkan L'Oreal telah berhasil mencapai skor 77% dari minimum 73% poin untuk kategori Platinum sertifikasi Greenship Interior Space, ujarnya dalam rilis yang diterima Bisnis, Rabu (16/7/2014).

         Vismay Sharma, President Director, PT L'Oreal Indonesia mengatakan setelah pabrik baru di Cikarang menjadi pabrik pertama di Indonesia yang mencapai sertifikasi Leadership in Energy & Environmental Design (LEED) di tahun 2012, pihaknya mengaku bangga dapat melengkapi pencapaian ini melalui perolehan sertifikasi Greenship Interior Space dari GBC Indonesia.

      "Keduanya adalah bukti komitmen L'Oreal Indonesia untuk menerapkan gaya hidup berkelanjutan melalui prinsip green workplace dan green behavior di perusahaan kami, sekaligus memastikan L'Oreal sebagai tempat bekerja yang menyenangkan bagi para karyawan, paparnya.

       Dia menambahkan, sebagai perusahaan kecantikan dengan komitmen berkelanjutan, L'Oreal percaya bahwa sangatlah penting untuk menyelaraskan tujuan perusahaan dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan.

      Hal tersebut, katanya, tercermin dalam komitmen L'Oreal Group Berbagi Keindahan dengan Sesama (Sharing Beauty with All) yang memberikan visi yang jelas tentang bagaimana pihaknya berupaya meraih target ambisius satu miliar konsumen baru di tahun 2020. "Yaitu dengan memastikan implementasi program berkelanjutan di seluruh penjuru rantai perusahaan kami," tambah Vismay.






KANTOR KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM YANG MERAIH GREENSHIP.

               Gedung baru Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU) berkonsep green building atau gedung hijau ramah lingkungan. Dengan konsep ini, gedung yang baru rampung tahun lalu ini bisa menghemat listrik dan air secara signifikan.
         Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum, Danis Sumadilaga mengatakan secara konstruksi, konsep green building tak jauh berbeda dari konstruksi gedung pada umumnya. Yang berbeda hanya dari konsep efisiensi operasional gedung.
              "Prinsipnya gedung hijau itu gedung yang ramah terhadap lingkungan terutama berkaitan dengan efisiensi dari operasional keseluruhan," kata Danis saat ditemui detikFinance di kantor Kementerian Pekerjaan Umum, Jalan Pattimura, Jaksel, Selasa (20/8/2013).
                  Dani menyebutkan, efisiensi operasional gedung maksudnya mencakup penghematan dari berbagai sisi. Pemakaian listrik, air, dan sisi lainnya yang mana jauh lebih hemat dibanding gedung biasa. Gedung baru di Kementerian PU sendiri bisa menghemat listrik hingga 44%, juga menghemat air hingga 81%.
                 "Kemudian misalnya pencahayaan sudah diatur sedmikian rupa, kalau tidak ada gerakan itu otomatis mati. Pengelolaan airnya, itu dimanfaatkan kalau nggak salah ditampung untuk siraman pohon. Air dari kamar madi ada water treatment ada proses recycle-nya," katanya.
                 Jadi menurut Danis, konsep green building tidak semata-mata berhubungan dengan tanam-tanaman hijau, meski hal tersebut merupakan salah satu hal penting yang ada di dalam konsep gedung ramah lingkungan itu.
              "Intinya adalah dalam konteks gedung yang ramah terhadap lingkungan. Bukan hanya pohon saja, tapi bagaimana efisiensinya operasionalisasinya lebih murah. Walaupun awalnya lebih mahal investasi," katanya.






KESIMPULAN 

            Dari 2 bangunan diatas, dapat disimpulkan bahwa Penerapan green building di Indonesia masih sedikit. Masih banyak bangunan diluar sana yang tidak memperhatikan konsep Greenship. Perlu bagi pihak Green Building Council Indonesia, untuk lebih meninjau mengenai Bangunan hijau di Indonesia. Selain itu, perlu juga bagi masyarakat untuk menerapkan bangunan hijau, karena dengan adanya penerapan ini, banyak manfaat yang dapat diperoleh salah satunya adalah untuk mengurangi efek gas rumah kaca yang sedang marak terjadi, selain itu masyarakat juga dapat membantu menghijaukan bumi, dan mengurangi global warming yang sedang marak terjadi. Penerapan ini tentunya dapat dilakukan dalam berbagai macam usaha, seperti yang dapat kita lihat pada kantor L’oreal dan Gedung Kementrian PU. Dengan mengurangi penggunaan air, listrik, dan energy, kita juga sudah ikut membantu melestarikan lingkungan, walaupun pencapaian standart/ kriteria Greenship tidaklah mudah untuk dilakukan.

            Seperti Kantor Kementrian PU, Mereka menggunakan sistem lampu otomatis, yang menyala ketika ada orang yang ada di sana dan secara otomatis akan mati apabila tidak ada orang yang ada disana. Hal ini dapat menjadi salah satu contoh yang menarik dan pastinya mudah untuk diterapkan oleh masyarakat umum, walaupun biaya dan efisiensi harus diperhitungkan, namun dengan mengaplikasikan hal ini, dapat mengurangi penggunaan energy konsumtif yang digunakan sehari- hari.
            Contoh lainnya adalah dengan menggunakan bahan material daur ulang, seperti yang telah di bahas pada artikel “Penerapan Green Architecture di Indonesia”. Pada artikel tersebut dapat kita lihat penerapan green building pada pencahayaan, penghawaan dan menggunakan material daur ulang sebagai bagian bangunan, seperti penggunaan Skavolding sebagai Struktur rumah, penggunaan Kayu ulin sebagai penutup fasade, penggunaan kaca bekas mobil sebagai kaca rumah, dan masih banyak lagi. Banyak material di sekitar kita yang tanpa kita sadari sebenarnya dapat di daur ulang dan di jadikan sebagai bagian ruangan kita. Seperti misalnya seperti yang perna say abaca penggunaan bata Styrofoam sebagai dinding rumah, Penggunaan kayu dolken sebagai kisi- kisi atau mempercantik interior bangunan, penggunaan keramik pecah belah yang di daur ulang, dan masih banyak lagi.
           




            Indonesia merupakan salah satu negara yang telah menerapkan konsep green building yang ditandai dengan diterbitkannya Greenship rating tools oleh Green Building Council Indonesia. Greenship rating tools menilai suatu bangunan berdasarkan 6 aspek, yang salah satunya adalah sumber dan siklus material yang berkaitan erat dengan proyek konstruksi. Hasil penelitian menunjukan responden beranggapan bahwa poin sumber dan siklus material adalah penting, namun masih jarang penerapannya. Beberapa variabel yang menunjukkan hasil di bawah 2,50 ialah “Material Hasil Daur Ulang”, “Material Sumber Daya Terbarukan”, dan “Material Prafabrikasi”. Selain itu, ditemukan juga adanya perbedaan tingkat kepentingan dan penerapan antara beberapa variabel sumber dan siklus material. (Mastan Austin Vincencius.2014).



http://industri.bisnis.com/read/20140716/257/243923/gedung-ramah-lingkungan-loreal-sabet-greenship-interior-space
http://www.gbcindonesia.org/2012-08-01-03-25-31/2012-08-02-03-43-34/rating-tools
http://www.dewimagazine.com/news-art/kantor-ramah-lingkungan-l-oreal-indonesia
http://www.ideaonline.co.id/iDEA2013/Kabar/Info-Properti/Pertama!-Kantor-Ramah-Lingkungan-L-Oreal-Indonesia
http://bisnis.tempo.co/read/news/2012/06/26/090412961/gedung-hijau-kementerian-pekerjaan-umum
Setiawan, Febrian Pratama Poetra, et al. "SURVEI TINGKAT KEPENTINGAN DAN PENERAPAN SUMBER DAN SIKLUS MATERIAL DARI GREENSHIP RATING TOOLS PADA PROYEK KONSTRUKSI." Jurnal Dimensi Pratama Teknik Sipil 3.2 (2014).
Mastan, Austin Vincentius, Hans Pratama Haliman, and Paul Nugraha. "STUDI AWAL PENERAPAN GREEN SPECIFICATION DI INDONESIA." Jurnal Dimensi Pratama Teknik Sipil 3.2 (2014).

Nama : Alfon Julio
Nrp : 21213010
www.arsitektur.widyakartika.ac.id

GERAKAN MASYARAKAT TERHADAP GREEN ARCHITECTURE

Gerakan biopori gencar dilakukan oleh masyarakat Bandung. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kegiatan gerakan sejuta biopori yang diadakan oleh masyarakat Bandung. Gerakan biopori ini menunjukkan ikut andilnya masyarakat terhadap Green Architecture di Indonesia. Masyarakat sudah mulai sadar akan pentingnya arsitektur yang berwawasan lingkungan.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil meluncurkan gerakan sejuta biopori di parkiran utara Tegalega, Jalan Otto Iskandardinata, Bandung, Jawa Barat, Jumat, (20/12/2013), pagi. Pada kesempatan itu Ridwan didampingi Wakil Wali Kota Bandung Oded M Danial dan sejumlah pejabat Kota Bandung lainnya.
Mereka melakukan pengeboran pada tanah menggunakan alat pengeboran besi panjang dengan kedalaman 100 sentimeter dan lubang silindris berdiameter 10 sentimeter atau 1 jengkal tangan. Kemudian, tanah yang sudah dilubangi dimasuki sampah organik.
"Ini kedalamannya harusnya satu meter nih," kata Ridwan sambil mengebor tanah, Jumat, (20/12/2013), pagi.
Ridwan mengatakan, hal yang mendasar diadakannya kegiatan ini, karena munculnya permasalahan lingkungan seperti bencana banjir yang melanda Indonesia, termasuk Bandung.
"Gerakan ini merupakan kegiatan gotong royong warga Bandung untuk membuat lubang resapan biopori dengan harapan mengurangi genangan air yang menyebabkan banjir, menyuburkan tanah, mengelola sampah organik dan sekaligus menabung air," kata wali kota yang sering disapa RK oleh warga Bandung itu.
"Nanti itu, tanah yang kita bor dan kita masukan sampah organik akan berfungsi untuk memberi makanan pada flora - fauna agar membentuk biopori ditanah," tambahnya.
Ridwan menambahkan, pembuatan biopori dipilih karena pengerjaannya relatif sederhana untuk mengatasi permasalahan lingkungan, khususnya di Bandung.
"Ini (biopori) adalah cara yang paling murah dan sederhana. Sebenarnya ada juga 4 cara lain untuk mengatasi permasalahan lingkungan (banjir)," katanya.
Empat cara lain itu, kata Ridwan, adalah membuat danau, memperbanyak pembuatan gorong-gorong, membuat sumur resapan, dan mendaur ulang air hujan.
"Empat poin ini memakan waktu yang lama dan juga biayanya mahal. Tapi, kalau untuk jangka panjang kita juga akan coba buat danau untuk menampung air itu. Kalau cara ini (biopori) kan murah, hanya modal Rp 150.000, kemudian jika alat bor-nya tidak dipakai, bisa dipinjamkan juga kan sama yang lain," imbuhnya.
Ridwan mengatakan, gerakan sosialisasi biopori ini telah dilakukan pada 14 Desember - 17 Desember 2013 di 151 Kelurahan di Bandung. "Kami memberikan pelatihan teknis kepada Ketua RT dan RW dan relawan wilayah untuk memotivasi warganya dalam menangani permasalahan lingkungan," katanya.
Hingga saat ini, sambungnya, sudah ada 6.500 relawan yang siap membantu gerakan sejuta biopori ini. Ridwan mengatakan, gerakan sejuta biopori di Bandung ini melibatkan 400.000 kepala keluarga di 9.691 RT di 30 kecamatan di Bandung.
"Jadi gini, kalau 1 RT bisa 120 lubang X 9.691 RT, jumlahnya sekitar 1 Juta lebih kan. Jadi ada sejuta lebih biopori, kan kalau lubangnya banyak, akan berefek pada perbaikan lingkungan, kalau lubangnya cuma satu ya, enggak akan ngefek," ujarnya.
"Ayo, kita bergerak membuat lubang biopori. Masa aja tidak bisa, kemarin ada seorang nenek juga yang ikutan. Masa kalah sama nenek-nenek yang bertahan ngebor sampai 20 menit," sindirnya.

Menurutnya, gerakan sejuta biopori ini tidak akan dilakukan saat ini (hari ini) saja, tapi, kata Ridwan, untuk tahun mendatang, program ini akan diberlakukan 1 tahun 2 kali gerakan. "Kita fasilitasi, 1 RT satu alat bor, jadi nanti RT yang belum kebagian alat bor bisa melapor kepada kami," imbaunya. (K76-12).
Efektivitas Gerakan Sejuta Biopori dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain :
1. Mengurangi waktu genangan air di tanah, terutama apabila terjadi hujan, sehingga tidak menimbulkan banjir, mengurangi pertumbuhan jentik penyakit yang biasa timbul di daerah genangan
2. Pembuatan lubang resapan biopori tidak membutuhkan lahan yang luas, sehingga dapat dibuat di setiap tempat, bahkan bisa dibuat di sekeliling pohon dan paving block
3. Alat yang dibutuhkan untuk membuat lubang resapan biopori hanya alat bor yang dapat dipakai berulang-ulang dan harganya relatif murah, sekitar Rp. 250.000, sehingga untuk membuat lubang resapan biopori ini cukup murah
4.Selain berfungsi untuk meresapkan air, manfaat dari lubang resapan biopori adalah untuk mengurangi sam[ah orgawanik yang terbuang ke TPS atau TPA, karena sampah tersebut dimasukkan ke dalam lubang dan mengalami proses dekomposisi sehingga menghasilkan kompos yang dapat menyuburkan tanaman.
5. Secara otomatis, lubang resapan biopori juga merupakan teknologi sederhana untuk mengurangi efek emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan dari sampah (CH4).

FOTO KEGIATAN :



VIDEO :








Menurut pendapat saya, perlu bagi setiap daerah mengadakan hal yang seperti ini, karena permasalahan banjir sering dihadapi tiap daerah hamper di setiap musim penghujan, dengan menerapkan kegiatan biopori minimal pada masing- masing rumah, akan memiliki dampak yang besar, selain itu jika gerakan ini sudah dapat dilakukan, alangkah baiknya kita dapat melakukan hal positif lain yang dapat menunjang green architecture, seperti misalnya, mengadakan kegiatan gotong royong untuk membuat pengolah air hujan, bak penampungan yang nantinya akan dapat dimanfaatkan oleh para masyarakat/ warga sekitar.
Gerakan ini juga dapat dikatakan mudah karena tidak membutuhkan biaya yang mahal dan tingkat pengerjaannya juga mudah. Cukup menyediakan bak untuk penampung pada tiap- tiap rumah, yang di hubungkan dengan talang, lalu dari masing- masing bak, akan dihubungkan pada satu tangki penampungan besar, yang nantinya dapat dikelola bersama atau secara komunal, demi kepentingan bersama.
Dengan adanya tindakan seperti ini, minimal masyarakat dapat menghemat sampai 50% penggunaan air, hal ini otomatis akan memberikan efek penghematan energy yang berkelanjutan. Selain itu, perlunya juga mengadakan kegiatan-kegiatan ukm bagi warga, penyuluhan mengenai arsitektur dengan wawasan lingkungan, sehingga masyarakat dapat mengetahui, pentingnya Prinsip hemat energy yang diterapkan di rumah- rumah. Penampungnan air hujan dapat mengatasi beberapa penggunaan air, seperti misalnya penggunaan air untuk cuci baju, mandi, menyiram tanaman, dll. Hal ini dapat memberikan keuntungan bagi seluruh masyarakat luas, mulai dari penghematan energy, biaya, maupun menciptakan hubungan social yang baik bagi seluruh masyarakat kampung.
Namun, gerakan penampungan air hujan yang bersifat komunal juga harus memperhatikan kualitas air yang dihasilkan. Pemantauan air dapat dibedakan menjadi 4 golongan :
1.       Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu
2.       Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan seagai air baku air minum
3.       Golongan C, yaitu air yang digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan
4.       Golongan D, yaitu air yang digunakan untuk keperluan pertanian, usaha di perkotaan, industry, dan pembangkit listrik tenaga air. (H Effendi,2003)
Ada pula tujuan pemantauan kualitas air yang diperlukan memiliki beberapa tujuan utama, yaitu
1.       Environmental surveillance, yakni tujuan untuk mendeteksi dan mengukur pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu pencemar terhadap kualitas lingkungan dan mengetahui perbaikan kualitas lingkungan tersebut setelah pencemar tersebut dihilangkan.
2.       Estavlishing Water-Quality Area, yakni tujuan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara perubahan variabel- variabel ekologi perairan dengan parameter fisika dan kimia, untuk mendapatkan baku mutu kualitas air.
3.       Appraisal of Resources, yakni tujuan untuk mengetahui gambaran kualitas air pada suatu tempat secara umum.(H Effendi,2003.)
Jika penentuan kualitas air, tidak dilakukan maka masyarakat tidak akan tahu apakah air tersebut merupakan air yang kotor atau tidak, air yang kotor memiliki bahaya, karena air yang kotor merupakan sumber aneka ragam penyakit. Sebab, air kotor bisa mengandung bibit penyakit yang berasal dari berbagai sumber. Air yang kotor dapat menyebabkan gatal- gatal, tipus, hepatitis, disentri, demam oleh kutu air,dll. Air yang kotor juga akan menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi serangga- serangga penyebar penyakit tertentu. Contoh ialah nyamuk anopheles penyebar penyakit malaria. (O Untung, 2004.)




Solusi lainnya yang dapat saya berikan ialah, penyediaan wadah bagi masyarakat yang mau peduli akan Prinsip Green Architecture, perlunya tempat untuk menampung ide- ide kreatif dari tiap- tiap kampung atau masyarakat, yang nantinya dapat dikembangkan dan di aplikasikan langsung untuk masyarakat sekitar, demi terwujudnya konsep hemat energy.




DAFTAR PUSTAKA

Untung, Onny. Menjernihkan Air Kotor. Niaga Swadaya, 2004.
Pertanian, Badan Litbang. "Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan." (2012).
Aqil, Muhammad, Yomota Atsshi, and Abi Prabowo. "Model Pengelolaan Sumberdaya Air di Jepang." Majalah INOVASI (2006): 43.


Nama : Alfon Julio
Nrp : 21213010
www.arsitektur.widyakartika.ac.id

PENERAPAN GREEN ARCHITECTURE DI INDONESIA

Green Architecture atau sering disebut sebagai Arsitektur Hijau adalah 

1. arsitektur yang minim mengonsumsi sumber daya alam, ternasuk energi, air, dan material, serta minim menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.

2. Suatu pendekatan perencanaan bangunan yang berusaha untuk meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungannya.

Rumah Hemat Energi adalah suatu langkah maju suatu desain Arsitektur rumah yang merespons terhadap kondisi iklim setempat (sinar matahari dan gerakan udara) dalam usaha melakukan aktifitasnya (kenyamanan thermal & visual -strategi penerangan dan pendinginan) dan ditekankan tanggap terhadap konteks sosial yang terjadi belakangan ini (krisis energi listrik-gerakan hemat energi dan pemanasan global-masalah lingkungan). (E Prianto, 2007)

Prinsip- prinsip yang terdapat pada arsitektur hijau

1. Conserving Energy (Hemat Energi)

Sungguh sangat ideal apabila menjalankan secara operasional suatu bangunan dengan sedikit mungkin menggunakan sumber energi yang langka atau membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkannya kembali. Solusi yang dapat mengatasinya adalah 
desain bangunan harus mampu memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan bukan merubah lingkungan yang sudah ada. Lebih jelasnya dengan memanfaatkan potensi matahari sebagai sumber energi. Cara mendesain bangunan agar hemat energi, antara lain:
1.    Banguanan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan pencahayaan dan menghemat energi listrik.
2.    Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk energi thermal sebagai sumber listrik dengan menggunakan alat Photovoltaic yang diletakkan di atas atap. Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke bawah menuju dinding timur-barat atau sejalur dengan arah peredaran matahari untuk mendapatkan sinar matahari yang maksimal.
3.    Memasang lampu listrik hanya pada bagian yang intensitasnya rendah. Selain itu juga menggunakan alat kontrol penguranganintensitas lampu otomatis sehingga lampu hanya memancarkan cahaya sebanyak yang dibutuhkan sampai tingkat terang tertentu.
4.    Menggunakan Sunscreen pada jendela yang secara otomatis dapat mengatur intensitas cahaya dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan.
5.    Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas cahaya.
6.    Bangunan tidak menggunkan pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan oleh penghuni dan cahaya matahari yang masuk melalui lubang ventilasi.
7.    Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC) dan lift.

2. Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami)

Melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan, misalnya dengan cara:
1.    Orientasi bangunan terhadap sinar matahari.
2.    Menggunakan sistem air pump dan cros ventilation untuk mendistribusikan udara yang bersih dan sejuk ke dalam ruangan.
3.    Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Misalnya dengan membuat kolam air di sekitar bangunan.
4.    Menggunakan jendela dan atap yang sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk mendapatkan cahaya dan penghawaan yang sesuai kebutuhan.

3. Respect for Site (Menanggapi keadaan tapak pada bangunan)

Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal ini dimaksudkan keberadan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar, dengan cara sebagai berikut.
1.    Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain yang mengikuti bentuk tapak yang ada.
2.    Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, yaitu pertimbangan mendesain bangunan secara vertikal.
3.    Menggunakan material lokal dan material yang tidak merusak lingkungan.

4. Respect for User (Memperhatikan pengguna bangunan)

Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai yang didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya.

5. Limitting New Resources (Meminimalkan Sumber Daya Baru)

Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada dengan meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat digunakan kembali unutk membentuk tatanan arsitektur lainnya.

6. Holistic

Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi satu dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green architecture pada dasarnya tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain. Tentu secar parsial akan lebih mudah menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, sebanyak mungkin dapat mengaplikasikan green architecture yang ada secara keseluruhan sesuai potensi yang ada di dalam site.

Salah satu contoh penerapan Green Architecture Indonesia

Kantor Production House Samsara
Lokasi : Jakarta Selatan
Arsitek  : studio akanoma
Tim desain: yu sing, wilfrid, peter antonius, benyamin narkan
Kontraktor: thomas suwanto
Foto: kristoporus primeloka

Bangunan ini merupakan bangunan yang dijadikan sebagai kantor informal, dimana kantor ini menjadi tempat Ruang pencarian ide, sekaligus bermain-main. Fungsi utama bangunan ini ialah sebagai tempat penggarapan produksi film maupun iklan-iklan. Bangunan ini menghadap ke arah barat, maka bangunan dibagi menjadi 2 massa besar kiri dan kanan memanjang menghadap utara dan selatan. Sisi barat untuk kamar mandi dan balkon. Panas matahari yang berlebih telah dikurangi cukup banyak. Bagian tengah massa adalah ruang jembatan. Lantai bawah untuk teras. Lantai atas ruang duduk informal. Sebetulnya fungsi2 ruang tidaklah sekaku itu. Ruang duduk suatu saat bisa menjadi latar produksi iklan produk tertentu. Juga ruang-ruang lain.

Konsep utama dari bangunan ini ialah “ Playing Seriously”, dimana setiap kali para pekerjanya berkarya, selalu dianggap sebagai sebuah kegiatan bermain, hal ini dapat Nampak dalam bangunan kantor mereka. Owner ingin menerapkan, ketika para pegawainya bangun tidur, mereka ingin cepat- cepat pergi bekerja dan bertemu dengan teman- teman.

Sesuai fungsinya sebagai rumah produksi, perlu banyak variasi suasana agar memberikan kemungkinan latar gambar video menjadi beragam. Massa kiri/utara cukup besar 2 lantai dibangun menggunakan scaffolding (alat bantu konstruksi) sebagai struktur utamanya. Massa dari bangunan ini di bagi menjadi 3 massa utama :
·        Massa kiri/ utara  berfungsi sebagai ruang workshop dan produksi.
·        Massa tengah berstruktur baja, dengan anak tangga kayu yang dipasangi per dan digantung angklung agar berbunyi setiap anak tangga diinjak.
·        Massa kanan/selatan sebagai kantor2 berstruktur beton 2 lantai dan ditumpangi massa berstruktur kayu di lantai 3 yang dibuat panggung di atas kolam. Fasade depan massa beton dijadikan dinding panjat tebing untuk tempat melepas penat tim kerja rumah produksi ini.

Penerapan Green Arsitektur pada bangunan ini :
·        Meminimalisir penggunaan lampu pada siang hari, hal ini dapat dilihat dari banyaknya bukaan yang diberikan, selain itu ada juga penggunaan barang- barang bekas/ recycle yang menambah bukaan yang ada. Bukaan ini dapat dilihat dari :




  
Cahaya yang sampai pada mata manusia sebaiknya berada pada pada tingkat terang yang mencukupi, tidak terlalu redup, juga tidak terlalu terang. Cahayayang terlalu terang dan didukung kontas yang amat besar antara bidang pekerjaan dengan sekelilingnya akan menimbulkan silau. (Hemat Energi & Lestari Lingkungan melalui Bangunan, 2012).
Teknologi hijau adalah teknologi yang dalam pembangunan atau aplikasinya menggunakan sumber daya alam termasuk matahari, juga minim menimbulkan dampak negative bagi lingkungan, alam, dan manusia.(Green Architecture, Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau di Indonesia, 2010).
Secara prinsip dalam strategi desain penerangan ditentukan beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu penerangan  dalam suatu bangunan, seperti :
1. Arah sumber datangnya cahaya matahari
2. Penzonaan ruangan dan lay-out bangunan
3. Aspek pemantulan
4. Pembentuk daerah bayangan
5 penerangan elektrik (E Prianto,2007)

·        Meminimalisir penggunaan Energi untuk AC, dan menggunakan penghawaan alami. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya bukaan yang diberikan pada bangunan membuat penghawaan yang digunakan oleh bangunanpun merupakan penghawaan yang bersifat alami.
·        Menggunakan bahan daur ulang sebagai material bangunan, hal ini dapat dilihat  dari penggunaan skavolding sebagai struktur bangunan, penggunaan kaca bekas mobil sebagai kaca/ jendela, penggunaan kayu ulin bekas rel sebagai penutup dinding, meja dan kursi yang terbuat dari ban roda mobil.

·        Mengurangi penggunaan cat, dengan mengekspos semen sehingga bangunan tampak natural dan menyatu dalam alam, hal ini dapat termasuk dalam pengehematan energy yang digunakan.
·        Bangunan ini juga mengurangi dinding, sehingga mengurangi pula penggunaan semen. Seperti yang dapat dilihat sedikit bagian dari bangunan ini yang menggunakan semen.
·        Adanya Vertikal garden juga dapat dikategorikan sebagai Prinsip Green Arsitektur karena menambah ruang terbuka hijau bagi bangunan.
·        Penggunaan kayu dengan pengolahan yang tepat juga dapat dikategorikan sebagai hemat energy.
   Foto :












































VIDEO




DAFTAR PUSTAKA
http://gospoth.blogspot.co.id/2013/03/green-architecture.html
http://rumah-yusing.blogspot.co.id/2014/07/rumah-produksi-samsara-pictures-jakarta.html
http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/ars/article/viewArticle/15778
https://www.youtube.com/watch?v=oC_nfFZ9vHM
Mediastika, C.E.2012. Hemat Energi dan Lestari Lingkungan melalui Bangunan.
Karyono, Tri Harso.2010.Green Architecture Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau di Indonesia.
Prianto, E. "Rumah Tropis Hemat Energi Bentuk Keperdulian Global Warming."Jurnal Pembangunan Kota Semarang RIPTEK 1.1 (2007): 1-10.

nama : Alfon Julio Setiawan
Nrp : 21213010