Gerakan biopori
gencar dilakukan oleh masyarakat Bandung. Hal ini dapat dibuktikan dengan
adanya kegiatan gerakan sejuta biopori yang diadakan oleh masyarakat Bandung.
Gerakan biopori ini menunjukkan ikut andilnya masyarakat terhadap Green
Architecture di Indonesia. Masyarakat sudah mulai sadar akan pentingnya
arsitektur yang berwawasan lingkungan.
Wali Kota
Bandung Ridwan Kamil meluncurkan gerakan sejuta biopori di parkiran utara
Tegalega, Jalan Otto Iskandardinata, Bandung, Jawa Barat, Jumat, (20/12/2013),
pagi. Pada kesempatan itu Ridwan didampingi Wakil Wali Kota Bandung Oded M
Danial dan sejumlah pejabat Kota Bandung lainnya.
Mereka melakukan
pengeboran pada tanah menggunakan alat pengeboran besi panjang dengan kedalaman
100 sentimeter dan lubang silindris berdiameter 10 sentimeter atau 1 jengkal
tangan. Kemudian, tanah yang sudah dilubangi dimasuki sampah organik.
"Ini
kedalamannya harusnya satu meter nih," kata Ridwan sambil mengebor tanah,
Jumat, (20/12/2013), pagi.
Ridwan
mengatakan, hal yang mendasar diadakannya kegiatan ini, karena munculnya
permasalahan lingkungan seperti bencana banjir yang melanda Indonesia, termasuk
Bandung.
"Gerakan
ini merupakan kegiatan gotong royong warga Bandung untuk membuat lubang resapan
biopori dengan harapan mengurangi genangan air yang menyebabkan banjir,
menyuburkan tanah, mengelola sampah organik dan sekaligus menabung air,"
kata wali kota yang sering disapa RK oleh warga Bandung itu.
"Nanti itu,
tanah yang kita bor dan kita masukan sampah organik akan berfungsi untuk
memberi makanan pada flora - fauna agar membentuk biopori ditanah,"
tambahnya.
Ridwan
menambahkan, pembuatan biopori dipilih karena pengerjaannya relatif sederhana
untuk mengatasi permasalahan lingkungan, khususnya di Bandung.
"Ini
(biopori) adalah cara yang paling murah dan sederhana. Sebenarnya ada juga 4
cara lain untuk mengatasi permasalahan lingkungan (banjir)," katanya.
Empat cara lain
itu, kata Ridwan, adalah membuat danau, memperbanyak pembuatan gorong-gorong,
membuat sumur resapan, dan mendaur ulang air hujan.
"Empat poin
ini memakan waktu yang lama dan juga biayanya mahal. Tapi, kalau untuk jangka
panjang kita juga akan coba buat danau untuk menampung air itu. Kalau cara ini
(biopori) kan murah, hanya modal Rp 150.000, kemudian jika alat bor-nya tidak
dipakai, bisa dipinjamkan juga kan sama yang lain," imbuhnya.
Ridwan
mengatakan, gerakan sosialisasi biopori ini telah dilakukan pada 14 Desember -
17 Desember 2013 di 151 Kelurahan di Bandung. "Kami memberikan pelatihan
teknis kepada Ketua RT dan RW dan relawan wilayah untuk memotivasi warganya
dalam menangani permasalahan lingkungan," katanya.
Hingga saat ini,
sambungnya, sudah ada 6.500 relawan yang siap membantu gerakan sejuta biopori
ini. Ridwan mengatakan, gerakan sejuta biopori di Bandung ini melibatkan
400.000 kepala keluarga di 9.691 RT di 30 kecamatan di Bandung.
"Jadi gini,
kalau 1 RT bisa 120 lubang X 9.691 RT, jumlahnya sekitar 1 Juta lebih kan. Jadi
ada sejuta lebih biopori, kan kalau lubangnya banyak, akan berefek pada perbaikan
lingkungan, kalau lubangnya cuma satu ya, enggak akan ngefek," ujarnya.
"Ayo, kita
bergerak membuat lubang biopori. Masa aja tidak bisa, kemarin ada seorang nenek
juga yang ikutan. Masa kalah sama nenek-nenek yang bertahan ngebor sampai 20
menit," sindirnya.
Menurutnya,
gerakan sejuta biopori ini tidak akan dilakukan saat ini (hari ini) saja, tapi,
kata Ridwan, untuk tahun mendatang, program ini akan diberlakukan 1 tahun 2
kali gerakan. "Kita fasilitasi, 1 RT satu alat bor, jadi nanti RT yang
belum kebagian alat bor bisa melapor kepada kami," imbaunya. (K76-12).
Efektivitas Gerakan Sejuta
Biopori dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain :
1. Mengurangi
waktu genangan air di tanah, terutama apabila terjadi hujan, sehingga tidak
menimbulkan banjir, mengurangi pertumbuhan jentik penyakit yang biasa timbul di
daerah genangan
2. Pembuatan
lubang resapan biopori tidak membutuhkan lahan yang luas, sehingga dapat dibuat
di setiap tempat, bahkan bisa dibuat di sekeliling pohon dan paving block
3. Alat yang dibutuhkan
untuk membuat lubang resapan biopori hanya alat bor yang dapat dipakai
berulang-ulang dan harganya relatif murah, sekitar Rp. 250.000, sehingga untuk
membuat lubang resapan biopori ini cukup murah
4.Selain
berfungsi untuk meresapkan air, manfaat dari lubang resapan biopori adalah
untuk mengurangi sam[ah orgawanik yang terbuang ke TPS atau TPA, karena sampah
tersebut dimasukkan ke dalam lubang dan mengalami proses dekomposisi sehingga
menghasilkan kompos yang dapat menyuburkan tanaman.
5. Secara
otomatis, lubang resapan biopori juga merupakan teknologi sederhana untuk
mengurangi efek emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan dari sampah (CH4).
FOTO KEGIATAN :
VIDEO :
Menurut pendapat
saya, perlu bagi setiap daerah mengadakan hal yang seperti ini, karena
permasalahan banjir sering dihadapi tiap daerah hamper di setiap musim
penghujan, dengan menerapkan kegiatan biopori minimal pada masing- masing
rumah, akan memiliki dampak yang besar, selain itu jika gerakan ini sudah dapat
dilakukan, alangkah baiknya kita dapat melakukan hal positif lain yang dapat
menunjang green architecture, seperti misalnya, mengadakan kegiatan gotong
royong untuk membuat pengolah air hujan, bak penampungan yang nantinya akan
dapat dimanfaatkan oleh para masyarakat/ warga sekitar.
Gerakan ini juga
dapat dikatakan mudah karena tidak membutuhkan biaya yang mahal dan tingkat
pengerjaannya juga mudah. Cukup menyediakan bak untuk penampung pada tiap- tiap
rumah, yang di hubungkan dengan talang, lalu dari masing- masing bak, akan
dihubungkan pada satu tangki penampungan besar, yang nantinya dapat dikelola
bersama atau secara komunal, demi kepentingan bersama.
Dengan adanya
tindakan seperti ini, minimal masyarakat dapat menghemat sampai 50% penggunaan
air, hal ini otomatis akan memberikan efek penghematan energy yang
berkelanjutan. Selain itu, perlunya juga mengadakan kegiatan-kegiatan ukm bagi
warga, penyuluhan mengenai arsitektur dengan wawasan lingkungan, sehingga
masyarakat dapat mengetahui, pentingnya Prinsip hemat energy yang diterapkan di
rumah- rumah. Penampungnan air hujan dapat mengatasi beberapa penggunaan air,
seperti misalnya penggunaan air untuk cuci baju, mandi, menyiram tanaman, dll.
Hal ini dapat memberikan keuntungan bagi seluruh masyarakat luas, mulai dari penghematan
energy, biaya, maupun menciptakan hubungan social yang baik bagi seluruh
masyarakat kampung.
Namun, gerakan
penampungan air hujan yang bersifat komunal juga harus memperhatikan kualitas
air yang dihasilkan. Pemantauan air dapat dibedakan menjadi 4 golongan :
1.
Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan
sebagai air minum secara langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu
2.
Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan
seagai air baku air minum
3.
Golongan C, yaitu air yang digunakan untuk
keperluan perikanan dan peternakan
4.
Golongan D, yaitu air yang digunakan untuk
keperluan pertanian, usaha di perkotaan, industry, dan pembangkit listrik
tenaga air. (H Effendi,2003)
Ada pula tujuan
pemantauan kualitas air yang diperlukan memiliki beberapa tujuan utama, yaitu
1.
Environmental surveillance, yakni tujuan untuk
mendeteksi dan mengukur pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu pencemar terhadap
kualitas lingkungan dan mengetahui perbaikan kualitas lingkungan tersebut
setelah pencemar tersebut dihilangkan.
2.
Estavlishing Water-Quality Area, yakni tujuan
untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara perubahan variabel- variabel
ekologi perairan dengan parameter fisika dan kimia, untuk mendapatkan baku mutu
kualitas air.
3.
Appraisal of Resources, yakni tujuan untuk
mengetahui gambaran kualitas air pada suatu tempat secara umum.(H
Effendi,2003.)
Jika penentuan
kualitas air, tidak dilakukan maka masyarakat tidak akan tahu apakah air
tersebut merupakan air yang kotor atau tidak, air yang kotor memiliki bahaya,
karena air yang kotor merupakan sumber aneka ragam penyakit. Sebab, air kotor
bisa mengandung bibit penyakit yang berasal dari berbagai sumber. Air yang
kotor dapat menyebabkan gatal- gatal, tipus, hepatitis, disentri, demam oleh
kutu air,dll. Air yang kotor juga akan menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi
serangga- serangga penyebar penyakit tertentu. Contoh ialah nyamuk anopheles
penyebar penyakit malaria. (O Untung, 2004.)
Solusi lainnya
yang dapat saya berikan ialah, penyediaan wadah bagi masyarakat yang mau peduli
akan Prinsip Green Architecture, perlunya tempat untuk menampung ide- ide
kreatif dari tiap- tiap kampung atau masyarakat, yang nantinya dapat
dikembangkan dan di aplikasikan langsung untuk masyarakat sekitar, demi
terwujudnya konsep hemat energy.
Untung, Onny. Menjernihkan
Air Kotor. Niaga Swadaya, 2004.
Pertanian, Badan Litbang. "Pengembangan
Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan
Mendukung Ketahanan Pangan." (2012).
Aqil, Muhammad, Yomota Atsshi, and Abi Prabowo.
"Model Pengelolaan Sumberdaya Air di Jepang." Majalah INOVASI (2006): 43.
Nama : Alfon Julio
Nrp : 21213010
www.arsitektur.widyakartika.ac.id
Nama : Alfon Julio
Nrp : 21213010
www.arsitektur.widyakartika.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar